Cari

Kamis, 16 Mei 2013

JAGALAH TAUHID DAN JANGAN RENDAHKAN DERAJAT MANUSIA YANG MULIA DENGAN KESYIRIKAN


JAGALAH TAUHID DAN JANGAN RENDAHKAN DERAJAT MANUSIA
YANG MULIA DENGAN KESYIRIKAN

Segala puji bagi Allah SWT yang telah menciptakan manusia sebagai makhluk yang mulia dibandingkan makhluk yang lain, baik dari segi fisiknya maupun anugerah yang begitu berharga yang membedakan dengan makhluk lainnya, yaitu akal.
وَلَقَدْ كَرَّمْنَا بَنِي آدَمَ وَحَمَلْنَاهُمْ فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ وَرَزَقْنَاهُمْ مِنَ الطَّيِّبَاتِ وَفَضَّلْنَاهُمْ عَلَى كَثِيرٍ مِمَّنْ خَلَقْنَا تَفْضِيلا
“Dan sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam, Kami angkut mereka di daratan dan di lautan, Kami beri mereka rezeki dari yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan.” (Al-Israa’ [17]: 70)

Subhanallah walhamdulillah wallahu akbar….
Saudara2Qyu seiman karena Allah, tidakkah ayat tersebut di atas menjadikan kita semakin bersyukur kepada Allah SWT? Bersyukur atas kemuliaan yang diberikan-Nya kepada kita sebagai manusia dibandingkan makhluk yang lain. Allah SWT memuliakan manusia sehingga dengan idzin-Nya dapat berjalan mengarungi daratan, lautan, bahkan angkasa.
 
Memang manusia dengan tubuh/fisiknya yang tanpa sayap tentunya tidak akan bisa terbang ke udara maupun luar angkasa, tidak seperti burung atau sebagian golongan jin maupun para malaikat yang bersayap. Namun, Allah SWT menganugerahi manusia akal yang dengan idzin Allah SWT (bi idznillah), manusia menggunakan akal pikirannya serta memanfaatkan segala sumber daya alam yang ada sehingga bisa terbang melayang di angkasa dengan mengendarai pesawat yang melesat dengan kecepatan suara, bahkan mereka mampu terbang ke luar angkasa.

Hal ini tentunya mungkin terjadi jikalau manusia memanfaatkan akal dan segala sumber daya alam yang Allah SWT karuniakan kepada mereka, sebagaimana firman Allah SWT:
يَا مَعْشَرَ الْجِنِّ وَالإنْسِ إِنِ اسْتَطَعْتُمْ أَنْ تَنْفُذُوا مِنْ أَقْطَارِ السَّمَاوَاتِ وَالأرْضِ فَانْفُذُوا لا تَنْفُذُونَ إِلا بِسُلْطَانٍ
“Hai jemaah jin dan manusia, jika kamu sanggup menembus (melintasi) penjuru langit dan bumi, maka lintasilah, kamu tidak dapat menembusnya melainkan dengan kekuatan.”
فَبِأَيِّ آلاءِ رَبِّكُمَا تُكَذِّبَانِ
“Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan?” (QS. Ar-Rahmaan [55]: 33-34)

 
Memang manusia dengan tubuh/fisiknya yang tanpa insang, sirip, dan ekor tentunya tidak akan bisa menyelam ke dasar laut, tidak seperti ikan atau sebagian golongan jin. Namun, Allah SWT menganugerahi manusia akal yang bi idznillah, manusia menggunakan akal pikirannya serta memanfaatkan segala sumber daya alam yang ada sehingga bisa menyelam ke dasar laut dengan menggunakan peralatan menyelam atau mengendarai kapal selam yang mampu bertahan dengan waktu yang lama dan bergerak dengan cepat, bahkan bukan hanya membawa satu atau dua orang tapi mampu mengangkut banyak orang dan barang.
فَبِأَيِّ آلاءِ رَبِّكُمَا تُكَذِّبَانِ
Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan? (QS. Ar-Rahmaan [55])


Memang manusia dengan jasad dan kemampuan panca inderanya yang terbatas tidak bisa berkomunikasi dengan orang lain dengan dibatasi tempat yang jauh, tidak seperti jin jahat dan syetan yang bisa saling berkomunikasi sekalipun dengan jarak yang berjauhan serta mencuri dengar berita dari langit. Namun, Allah SWT menganugerahi manusia akal yang bi idznillah, manusia menggunakan akal pikirannya serta memanfaatkan segala sumber daya alam yang ada sehingga bisa membuat alat komunikasi yang canggih seperti HP, televisi, internet, dll.
Adalah pelajaran bagi semua umat manusia bahwa kita adalah Makhluk yang Mulia, bahkan Allah SWT memerintahkan para malaikat untuk semuanya bersujud kepada manusia pertama, yaitu Nabi Adam as. Allah SWT berfirman:
وَإِذْ قُلْنَا لِلْمَلائِكَةِ اسْجُدُوا لآدَمَ فَسَجَدُوا إِلا إِبْلِيسَ أَبَى وَاسْتَكْبَرَ وَكَانَ مِنَ الْكَافِرِينَ
Dan (ingatlah) ketika Kami berfirman kepada para malaikat: "Sujudlah kamu kepada Adam," maka sujudlah mereka kecuali Iblis; ia enggan dan takabur dan adalah ia termasuk golongan orang-orang yang kafir. (QS. Al-Baqarah [2]: 34)

Namun, ada makhluk yang begitu sombong, yaitu iblis yang tidak mau mentaati perintah Allah tersebut dengan tidak mau sujud kepada Adam as. Sehingga ini menjadi pelajaran kedua bahwa Musuh yang Nyata bagi umat manusia adalah iblis laknatullah dan bala tentaranya, syetan baik dari golongan jin maupun manusia. Sehingga haram hukumnya seorang muslim mengikuti langkah-langkah syetan, apalagi bersekutu dengan syetan dengan melakukan perbuatan-perbuatan syirik. Allah SWT berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا ادْخُلُوا فِي السِّلْمِ كَافَّةً وَلا تَتَّبِعُوا خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُبِينٌ
Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam secara keseluruhannya, dan janganlah kamu turut langkah-langkah setan. Sesungguhnya setan itu musuh yang nyata bagimu. (QS. Al-Baqarah [2]: 208)

Subhanallah walhamdulillah wallahu akbar….
Saudara2Qyu seiman karena Allah, tidakkah ayat tersebut di atas (Al-Israa’ [17]: 70) menjadikan kita semakin bersyukur kepada Allah SWT? Bersyukur atas kemuliaan yang diberikan-Nya kepada kita sebagai manusia dibandingkan makhluk yang lain. Allah SWT memuliakan manusia sehingga diberikan rezeki dari yang baik-baik dan dilebihkan dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang lain.
Subhanallah, coba bayangkan manusia diberikan rezeki dari dalam tanah (padi, gandum, buah-buahan, umbi-umbian, dll yang tumbuh dari tanah), di daratan (binatang ternak), dari laut (ikan, kepiting, dll), serta dari udara (burung). Coba bandingkan pula dengan apa yang di makan oleh syetan atau jin? Sebagaimana hadits Rasulullah SAW, syetan ikut makan apa yang kita makan (alias nebeng), jika kita tidak membaca do’a makan yang dicontohkan Rasulullah atau makan dengan tangan kiri. Demikian pula halnya, makanan yang manusia makan adalah lebih baik dan jauh lebih sempurna baik dari aspek kualitas maupun kuantitas dibandingkan apa yang dimakan oleh jin. Sebagaimana sabda Rasulullah SAW dalam Shahih Bukhari dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata,
أَنَّهُ كَانَ يَحْمِلُ مَعَ النَّبِىِّ – صلى الله عليه وسلم – إِدَاوَةً لِوَضُوئِهِ وَحَاجَتِهِ ، فَبَيْنَمَا هُوَ يَتْبَعُهُ بِهَا فَقَالَ « مَنْ هَذَا » . فَقَالَ أَنَا أَبُو هُرَيْرَةَ . فَقَالَ « ابْغِنِى أَحْجَارًا أَسْتَنْفِضْ بِهَا ، وَلاَ تَأْتِنِى بِعَظْمٍ وَلاَ بِرَوْثَةٍ » . فَأَتَيْتُهُ بِأَحْجَارٍ أَحْمِلُهَا فِى طَرَفِ ثَوْبِى حَتَّى وَضَعْتُ إِلَى جَنْبِهِ ثُمَّ انْصَرَفْتُ ، حَتَّى إِذَا فَرَغَ مَشَيْتُ ، فَقُلْتُ مَا بَالُ الْعَظْمِ وَالرَّوْثَةِ قَالَ « هُمَا مِنْ طَعَامِ الْجِنِّ ، وَإِنَّهُ أَتَانِى وَفْدُ جِنِّ نَصِيبِينَ وَنِعْمَ الْجِنُّ ، فَسَأَلُونِى الزَّادَ ، فَدَعَوْتُ اللَّهَ لَهُمْ أَنْ لاَ يَمُرُّوا بِعَظْمٍ وَلاَ بِرَوْثَةٍ إِلاَّ وَجَدُوا عَلَيْهَا طَعَامًا »
Bahwasanya ia pernah membawakan pada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam wadah berisi air wudhu dan hajat beliau. Ketika ia membawanya, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya, “Siapa ini?” “Saya, Abu Hurairah”, jawabnya. Beliau pun berkata, “Carilah beberapa buah batu untuk kugunakan bersuci. Dan jangan bawakan padaku tulang dan kotoran (telek).” Abu Hurairah berkata, “Kemudian aku mendatangi beliau dengan membawa beberapa buah batu dengan ujung bajuku. Hingga aku meletakkannya di samping beliau dan aku berlalu pergi. Ketika beliau selesai buang hajat, aku pun berjalan menghampiri beliau dan bertanya, “Ada apa dengan tulang dan kotoran?” Beliau bersabda, “Tulang dan kotoran merupakan makanan jin. Keduanya termasuk makanan jin. Aku pernah didatangi rombongan utusan jin dari Nashibin dan mereka adalah sebaik-baik jin. Mereka meminta bekal kepadaku. Lalu aku berdoa kepada Allah untuk mereka agar tidaklah mereka melewati tulang dan kotoran melainkan mereka mendapatkannya sebagai makanan”. (HR. Bukhari No. 3860)

Oleh karena itu, jangan pernah merendahkan kemuliaan yang Allah SWT karuniakan kepada kita sebagai manusia dengan berbuat kesyirikan. Namun sayangnya, di zaman modern ini masih banyak orang yang primitif, melakukan praktik-praktik kesyirikan yang sudah jelas-jelas merendahkan kemuliaannya sebagai manusia di bawah derajat jin/syetan. Mereka bersekutu dan minta bantuan kepada syetan dan jin jahat, pergi dan minta bantuan ke dukun, bangga memiliki ilmu-ilmu tenaga dalam, kebatinan, terawangan, dll. Masih banyak pula orang yang menganggap adalah suatu kehebatan bisa telepati (komunikasi jarak jauh dengan orang lain), menerawang atau melihat sesuatu/orang lain dengan bantuan seorang dukun melalui media air di baskom misalnya.
Padahal bukankah Allah SWT telah mengaruniakan akal yang dengannya manusia mampu berkomunikasi dengan orang lain yang berada di Arab Saudi atau Amerika, misalnya, pada saat itu juga dengan menggunakan HP?
Bukankah Allah SWT telah mengaruniakan akal yang dengannya manusia mampu melihat suatu kejadian/berita atau keadaan orang lain dengan menggunakan Telivisi atau internet, yang tentunya dengan banyak channel/website yang bisa diakses/dilihat dibandingkan melihat air di baskom? 
 

Bukankah manusia bisa terbang dan menyelam dengan teknologi canggihnya dibandingkan takjub/bangga bahkan apalagi minta bantuan jin hanya untuk bisa terbang?
Bukankah Allah SWT memberikan kemuliaan kepada manusia sehingga mereka bisa makan apa yang Allah sediakan dari apa-apa yang dihalakan darat/tanah, laut, maupun udara dibandingkan jin yang makan tulang dan kotoran?
Bukankah syetan/jin jahat akan takut dan terbakar kepanasan tatkala diperdengarkan adzan atau dibacakan ayat-ayat Al-Qur’an dan Do’a-do’a Ruqyah Syar’iyah yang dicontohkan Rasulullah SAW? Kenapa harus meminta kekuatan atau kekebalan dari makhluk yang amat lemah seperti mereka?
Bukankah ada Ruqyah Syar’iyah, Hijamah, atau Thibbun Nabawy lainnya sebagai solusi islami untuk berikhtiar mengobati penyakit medis maupun non medis, dibandingkan pergi berobat ke dukun, ”orang pinter”, paranormal yang hanya menguras uang dan menambah kesulitan dan dosa? 

 
Wahai saudara2Qyu seiman karena Allah, jauhilah kesyirikan dan jadilah manusia yang mulia, yaitu yang bertauhid, hanya menyembah kepada Allah SWT, sebagaimana firman-Nya:

لَقَدْ كَفَرَ الَّذِينَ قَالُوا إِنَّ اللَّهَ هُوَ الْمَسِيحُ ابْنُ مَرْيَمَ وَقَالَ الْمَسِيحُ يَا بَنِي إِسْرَائِيلَ اعْبُدُوا اللَّهَ رَبِّي وَرَبَّكُمْ إِنَّهُ مَنْ يُشْرِكْ بِاللَّهِ فَقَدْ حَرَّمَ اللَّهُ عَلَيْهِ الْجَنَّةَ وَمَأْوَاهُ النَّارُ وَمَا لِلظَّالِمِينَ مِنْ أَنْصَارٍ

“Sesungguhnya telah kafirlah orang-orang yang berkata: "Sesungguhnya Allah adalah Al Masih putra Maryam", padahal Al Masih (sendiri) berkata: "Hai Bani Israel, sembahlah Allah Tuhanku dan Tuhanmu" Sesungguhnya orang yang mempersekutukan (sesuatu dengan) Allah, maka pasti Allah mengharamkan kepadanya surga, dan tempatnya ialah neraka, tidaklah ada bagi orang-orang lalim itu seorang penolong pun.” (QS. Al-Maaidah [5]: 72).

Islam adalah ajaran yang mengharamkan perbuatan syirik, membebaskan manusia dari penghambaan atau perbudakan kepada makhluk lain, padahal kita sebagai manusia adalah makhluk mulia dibandingkan makhluk yang lain. Islam mengajarkan manusia agar menjadi makhluk mulia sesuai derajat dan karunia yang Allah SWT berikan dengan jalan senantiasa menyembah hanya kepada Allah SWT dalam setiap ucapan dan perbuatan kita. Karena inilah tujuan hidup kita, hanya menyembah Allah semata. Tauhid yang murni akan membuat kita sukses dalam hidup di dunia dan akhirat. Ini juga yang akan mengantarkan kita memperoleh ridho dan cinta-Nya, serta pahala yang besar, Jannatun Na’iim, tempat segala kenikmatan. Amiin....

 "Hanya kepada Engkaulah kami menyembah dan hanya kepada Engkaulah kami mohon pertolongan." (QS. Al-Fatihah [1]: 5)